Sikap Perempuan dan laki-laki dalam Ibabdah Jemaat Suatu Kajian Tafsir Ideologi 1 Timotius 2:8-15 dengan Perspektif Gender



Sikap Perempuan dan laki-laki dalam Ibabdah Jemaat
Suatu Kajian Tafsir Ideologi 1 Timotius 2:8-15 dengan Perspektif Gender
Oleh Aprilia N Hukom 


Tafsir Ideologi 1 Timotius 2:8-12 dengan Perspektif Gender adalah Materi yang saya pilih untuk pembuatan tugas ujian akhir semester saya pada mata kuliah hermeneutik perjanjian baru II . Saya merasa tertarik dengan teks ini karena, secara harafiah teks ini menggambarkan tentang bagaimana peran laki-laki & perempuan dalam ibadah yang menurut saya perlu sekali untuk ditafsir secara teliti agar tidak disalah artikan makna. Konteks sekarang juga merupakan alasan utama saya memilih teks ini, karena teks ini secara tidak langsung dapat menjadi ayat untuk melegitimasi diskriminasi terhadap perempuan  yang marak terjadi pada zaman sekarang ini. Gender adalah perspektif yang saya pilih untuk jawaban terhadap masalah dalam teks ini. Gender berhubungan dengan konstruksi sosial budaya masyarakat terhadap perempuan & laki-laki dan hal ini sangat berkaitan dengan teks 1 timotius ini, dengan menggunakan tafsir ideologi. Tafsir ideologi sangat membantu saya untuk melihat ide-ide atau visi teologi yang ada dalam teks yang lahir dari pergolatan sosial politik, baik yang di alami penulis ataupun pembaca.


Saya ingin memulai artikel ini dengan menuturkan satu kalimat sederhana sebagai pembuka yang yang menarik.

Jika kedua hal adalah sama, maka tidak ada kedua sisi yang sama bisa dipadukan. Kehidupan ini bukan segitiga sama sisi yang memiliki sisi-sisi yang sama menyatukan keseluruhan sisinya. Penyatuan hanya bisa terjadi bila berasal dari bagian-bagian yang berbeda secara universal







Bagaimana suatu Tafsir Ideologi 1 Timotius 2:8-12 dengan Perspektif Gender?

Menurut Yee[1] Kritik ideologi ini menggunakan dua analisis, yaitu analisis intrinsik dan analisis ekstrinsik. Analisis intrinsik meliputi hal-hal yang termuat dalam narasi teks itu sendiri. Analisis ekstrinsik meliputi hal-hal diluar kitab 1 Timotius seperti kondisi sosial, politik, dan ekonomi dari konteks teks ini ditulis. Namun tafsiran ini sudah saya ringkas menjadi 3 langkah singkat dengan langsung mancari tau apa itu ideologi dominan,alternatif dan tandingan.
Dalam 1 Timotius 2:8-12, ada banyak sekali perdebadatan untuk menafsirkan ayat-ayat ini. Namun ada satu hal yang menjadi perhatian yaitu, teks ini ditafsirkan sebagai bagian yang ditunjukan kepada kondisi khusus yang dialami pada waktu itu oleh jemaat di Efesus , dan Timotius sebagai gembala jemaat. [2]Kondisi khusus yang dimaksudkan disini ialah pada masa itu,kebanyakan kaum perempuan tidak mendapatkan pengajaran yang cukup dalam bidang keilmuan termasuk pengetahuan akan firman Tuhan. Sementara pengajaran sesat telah berkembang dan memanfaatkan kekurangpahaman kaum perempuan. Akibatnya, tidak sedikit perempuan yang tidak bertindak dan berbicara benar,sesukanya tanpa penghargaan dan ketundukan termasuk kepada laki-laki. Oleh karena itu Paulus menulis teks ini.
Latar belakang teks ini,menunjukan adanya modus produkis dominan , bahwa adanya situasi sosial & politik pada masa itu yang mengakibatkan perempuan dibagian bawah laki-laki. Ayat 8, mengatakan bahwa laki-laki haruslah berdoa dengan menadahkan tangan yang suci,tanpa marah dan tanpa perselisihan. Menadahkan tangan disini menunjukan simbol “penyerahan diri”, dari KBBI akar kata “sera”, yang berarti mempercayakan diri dalam hal ini kepada Tuhan. Menadahkan tangan sering sudah sering dilakukan dalam tokoh-tokoh PL seperti Salomo,Ezra dan Ayub namun,menadahkan tangan yang dimaksudkan disini ialah menadahkan tangan yang suci, yakni kesungguhan dalam berdoa. Tangan Suci ,menunjuk suatu metafor tentang perbuatan baik yang diwujudkan dalam tindakan nyata bukan hanya berdoa saja,[3]Paulus juga mengingatkan orang itu harus memperbaiki lebih dahulu hubungannya dengan orang lain, sebelum Tuhan berkenan mendengar doa-doanya. Hal ini terutama ditunjukan kepada semua laki-laki yang menjadi pemimpin di dalam jemaat pada masa itu, dan ditambah sikap Tanpa marah dan tanpa Perselisihan.  Namun kata Oleh karena itu aku ingin kata-kata oleh karena itu tidak hanya menunjuk kepada anjuran doa dalam ayat-ayat sebelumnya, melainkan juga kepada kehendak Paulus sebagai pengajar dalam iman dan kebenaran (2:7) untuk memberikan pentunjuk-petunjuk itu dengan uraian tentang sikap doa yang benar.[4] Di sini akan dilihat tiga karakteristik universal doa umum, dari ungkapan mereka yang negative : Dosa, kemarahan dan pertengkaran.  Maka dalam kalimat selanjutnya dikatakan supaya di mana-mana orang laki-laki berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan. Jadi, tidak ada gunanya untuk menadahkan tangan kepada Allah dalam doa jika mencemarkan diri dengan Dosa.
Teks lain yang mendukung Modus produksi ideologi dominan , ialah terdapat pada ayat 11-14. Ayat-ayat ini menunjukan suatu modifikasi laki-laki sebagai pelaku dalam merendahkan perempuan. Situasi-situasi ayat-ayat ini menggambarkan tentang bagaimana perempuan bersikap dalam beribadah & hidup kesehariannya pada masa itu. Perempuan disuruh untuk berdandan dengan pantas,dengan sopan,dan sederhana, rambut tidak berkepang-kepang jangan memakai emas atau mutiara ataupun pakaian yang mahal-mahal. Tetapi hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik,seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah. Perempuan harus berdiam diri,dan menerima ajaran dengan patuh,perempuan tidak boleh mengajar dan memerintahkan laki-laki. Untuk memahami situasi ini tidak dapat dilepaskan dari konteks masa itu, karena eratnya situasi/konteks saat itu, maka teks-teks ini ditulis, Paulus memiliki tujuan untuk melawan kebiasaan-kebiasaan orang Yahudi yang keliru memahami Taurat, Hukum Taurat dijadikan alat untuk mendukung Teologi masa itu. Dengan argumentasi mengacu kepada kedudukan perempuan itu lebih rendah dari laki-laki, oleh sebab itu kebudayaan Yahudi memandang rendah kedudukan  seorang perempuan, dan bahkan tidak dianggap sebagai pribadi, melainkan sebagai sebuah barang. Hal lain juga ,mengenai sikap dan cara berpakaian perempuan Kemungkinan ini ditunjukkan kepada wanita-wanita kaya (kaum elit) yang menggunakan berbagai perhiasaan dan berpakaiaan yang mahal-mahal, kemudian berusaha untuk bisa terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang ada di dalam jemaat serta tampil di muka umum memamerkan apa yang mereka pakai. Ada juga beberapa kota di Efesus terdapat kuil Diana yang memiliki ratusan imam wanita yang disebut Melissae yang artinya kawanan lebah yang fungsinya dan profesinya sama dengan wanita-wanita di kota Korintus. dari alasan itulah yang menjadi alasan utama mengapa kaum wanita pada masa itu juga di pandang rendah.
[5]Sheila Briggs mengusulkan sebuah ideologi baru yangdisebut ideologi alternatif. Ideologi ini hadir sebagai tanggapan etis terhadap ideologi teks dominan atas dasar politik keadilan.
Menurut Yee, dalam analisis ekstrinsik terkhususnya dalam penentuan modus produksi dominan yang dilakukan juga ialah mengidentifikasi dan menempatkan suara-suara dan kepentingan masyarakat yang dibungkamkan dan menentukan bagaimana ia dipatahkan berdasarkan gender, ras dan kelas.[6]
Modus produksi alternatif yang ada dalam teks ini terutama yang ditawarkan oleh Paulus kepada Timotius ialah pengangkatana kembali derajat perempuan yang terdapat dalam ayat 15, dalam kaitan untuk melegitimasi keberadaaan perempuan yang terdiskriminasi secara ideologi dan budaya. Ideologi alternatif ini tampak dalam pertanyaan ayat 15 tentang pernyataan Paulus bahwa perempuan akan diselamatkan karena melahirkan anak karena dalam kebudayaan Yunani wanita yang tidak mempunyai anak dianggap kena kutukan, selanjutnya asal ia bertekun dalam iman,kasih dan pengudusan dengan segalah kesederhanaan.  Ideologi alternatif ini menunjukan bahwa ,meskipun perempuan pada konteks sosial masa itu dianggap rendah dan didiskriminasi tapi paulus menangkas hal itu.  , Paulus disitu dalam pengangkatan derajat kaum perempuan tidak ada maksud mau merendahkan kaum laki-laki, melainkan untuk memperbaiki pemahaman dan cara pandang orang-orang Yahudi yang keliru (orang-orang kristen).
Berdasarkan ideologi alternatif yang disampaikan diatas mengenai tanggapan etis terhadap ideologi dominan, maka munculah ideologi tandingan untuk mengantisipasinya. [7]Robert Setio mengatakan, ideologi tandingan dimaksudkan untuk mencegah terbentuknya ideologi baru yang buta. Maksudnya ialah ideologi tandingan muncul untuk menyeimbangkan ideologi dominan maupun ideologi alternatif.
Posisi kaum laki-laki sebagai ideologi dominan ini menyebabkan kajian teks ini didominasi oleh pola tingkalaku laki-laki yang dilatarbelakangi oleh konteks sosial dan politik pada masaa itu. Tapi kemudian muncullah derajat perempuan yang kembali diangkat sebagai ideologi alternatif, dan pada akhirnya muncullah ideologi tandingan untuk menyeimbangkan posisi kedua ideologi tersebut, yaitu terdapat dalam ayat-9  Ungkapan demikian juga merupakan ungkapan yang meneruskan kepada kaum perempuan apa yang telah dikatakan kapada kaum laki-laki sebelumnya, yaitu bahwa hidup mereka harus bercirikan doa dan pengabdian kepada Injil. Bedanya ialah bahwa kesucian hidup bagi laki-laki lebih tercermin pada aktivitas pada ayat 8, sedangkan bagi perempuan pada penampilan yang sederhana, Cara ia berbusana (berdandan dengan pantas,dengan sopan dan sederhana), memangkas rambut (rambutnya jangan berkepang-kepang) dan menghias diri (jangan memakai emas atau mutiara).
Hal diatas menunjukan adanya kesetaraan Gender,dalam situasi tesebut,dan yang dimaksudkan disini ialah bagaimana kesetaraan oleh perempuan dan laki-laki. Sehingga bagi Tuhan perempuan dan laki-laki sederajat tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah sebab keduanya harus hidup saling menolong, melengkapi, menyayanngi, menyempurnakan kekurangan masing-masing. Hanya cara untuk mengekpresikannya yang berbeda, yakni laki-laki melalui aktivitas dan wanita melalui penampilannya, kesederhanaan merupakan perilaku, cara atau sikap yang sangat umum pada masa itu.
Ideologi pribadi saya, sama dengan ideologi tandingan yang saya dapatkan diatas,bahwa sebernanya Paulus juga memberikan nasihat untuk kerendahan hati, kesopanan dan kepatuhan, yang mana semuanya merupakan hal yang bertolak belakang dengan penampilan berlebihan. Paul menginginkan nilai yang besar dari kehidupan saleh. Dengan kata lain perbuatan baik harus menjadi penglihatan yang lebih dari penampilan luar Dengan anjuran ini Paulus tidak bermaksud mengatakan, bahwa wanita tidak boleh berbusana baik dan menghias diri, melainkan bahwa keindahan utama yang utama dikejar adalah keindahan batin. Setiap penampilan lahiriah mencerminkan keadaan batin orang. Seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah mengingatkan pada 1 Petr.3:5. Maka kesucian hidup inilah hendaknya menyertai pelaksanaan doa wanita-wanita beriman.
Dengan segala kesederhanaan- merupkan kalimat akhir dari nats ini, kesederhanaan di sini adalah bahwa wanita yang dianjurkan oleh Paulus untuk memiliki iman dan pengudusan.








Bagaimana kontekstualisasi dari Tafsir Ideologi 1 Timotius 2:8-12 dengan Perspektif Gender?
Alkitab dan tradisi gereja sering dijadikan dasar atau alasan penyebab terjadinya permasalahan ketidakseimbangan peran dan tempat antara laki-laki dan perempuan. Tradisi gereja selama berabad-abad telah menggunakan konsep-konsep yang diperoleh pada beberapa bagian Alkitab dan sebagai dasar untuk membeberkan pemahaman tentang tempat perempuan yang berbeda dengan laki-laki. Perempuan selalu dianggap lebih rendah, lemah, dan kurang mampu sehingga gampang dikuasai, sedangkan laki-laki kedudukannya lebih tinggi, sebagai pihak yang menguasai, karenanya laki-laki lebih banyak mempunyai kesempatan untuk memegang kekusaan dan kepemimpinan.
Konsep yang demikian masih sering mempengaruhi cara berpikir gereja di zaman ini. Karena itu, pengaruh yang begitu kuat dari konsep Alkitabiah terhadap konsep berpikir jemaat tentang perempuan perlu di kritisi sehingga mempunyai makna yang baru. Dalam 1 Timotius 2:11-12. Perikop ini sering dijadikan alasan untuk membatasi kesempatan pada perempuan untuk terlibat secara aktif dalam kepemimpinan gereja.
Dalam nas-nas tersebut kita membaca ajaran paulus kepada jemaat di Efesu agar kaum perempuan tidak berbicara dan tidak terlibat pada ibadah jemaat. Teks ini telah ditafsirkan sedemikian rupa oleh banyak orang sehingga ada gereja-gereja tertentu yang membatasi peranan keterlibatan perempuan hanya pada bidang-bidang pelayanan tertentu. Anjuran agar perempuan tidak berbicara dan mengajar sering mempengaruhi pemahaman gereja dalam menentukan tempat bagi perempuan. Pemahaman teks yang salah ini akan sangat menghambat partisipasi total perempuan dalam gereja, bahkan merupakan penolakan terhadap diterimanya perempuan dalam tingkat pengambilan keputusan di gereja. Akibatnya, kepemimpinan gereja lebih banyak dipegang oleh kaum laki-laki dan pengambilan keputusan dalam gereja lebih banyak dilakukan oleh laki-laki. Sementara perempuan hanya berperan sebagai pelaksana-pelaksana keputusan yang dibuat oleh laki-laki.
Pada ibadah atau kegiatan jemaat, perempuan harus berdiam diri, tidak boleh berbicara dan harus tetap pada perintah. Kalau ada yang ingin ditanyakan atau belum jelas, tidak boleh langsung ditanyakan di tempat ibadah, tetapi harus minta penjelasan suaminya di rumah, sebab tidak sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan jemaat. Pada peraturan ini agaknya terkandung kesan bahwa perempuan tidak boleh berbicara dalam jemaat dan ada kesan laki-laki lebih tahu, lebih pandai dan lebih memahami segala sesuatu ketimbang perempuan.
Generasi gereja yang akan datang harus tumbuh dengan citra yang benar mengenai perempuan, karena itu peran laki-laki dan perempuan dalam gereja perlu diseimbangkan sejak dini. Kehidupan gereja merupakan warisan semangat dan cita-cita menundukkan kerajaan Allah yang dirintis oleh Yesus Kristus. Gereja sebagai pelopor dan teladan bagi masyarakat dalam sikap, pemahaman terhadap perempuan, dipanggil untuk terus memainkan perannya.[8]
Didalam pelayanan gereja ada beberapa dogma gereja tertentu yang masih belum memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada perempuan bertindak sebagai pemimpin umat maupun pelayan sakramen dalam gereja[9]. 
Jemaat masa kini mulai memahami bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari segi kualitas. Walaupun seringkali perempuan mendapat keistimewaan khusus dalam hal perlakuan, tetapi ini tidak berarti bahwa kemampuan perempuan di bawah laki-laki. Memang ada hal-hal tertentu yang membutuhkan kekuatan fisik dari kaum laki-laki. Tetapi adalah suatu hal yang kompleks apabila kekuatan fisik itu dipadukan dengan kemampuan intelektualitas dan emosional dari perempuan. Tentunya akan menghasilkan kekuatan yang baik untuk  pertumbuhan ke arah positif.
Selanjutnya dalam kontekstualisasi masa kini juga,memang betul bahwa sudah mulai ada pemahaman tentang kesetaraan gender,tapi bagaimana Peran perempuan itu sendiri dalam hidup kesehariannya. Seperti yang dikatakan sebelumnya ialah kalau paulus menekankan kepada kerendahan hati dan kesederhanaan baik itu secara spiritualitas maupun secara berpakaian.

Saya menutup artikel ini dengan kutipan dari teks
“Tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan; karena kamu semua adalah satu di dalam Yesus Kristus”


Daftar Pustaka
Briggs Sheilla, The deceit of the sublime: An Investigation into the origins of ideological criticism in Early nineteenth-Century German Biblical Studies,dalam Simea 59, Ideological Criticsm of Biblical Tekt,(Atlanta:Scholar Press,2005)

Budiman. Tafsiran Alkitab Surat-surat Pastoral 1 & 2 Timotius,(Jakarta:BPK Gunung Mulia,1989)
G.A.Yee, Ideological Criticsm, ed.by J.H.Hayes, (USA: Abingdon Press, 1999)
Retnowati, Perempuan-perempuan dalam Alkitab; Peran, Partisipasi, dan Perjuangannya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), cet. Ke-3.
Setio Robert, Manfaat Kritik Ideologi bagi Pelayanan Gereja.
Stoot John, Isu-isu Global Menentang Kepemimpinan Kristen,(Jakarta : YKBK/OMF, 2005)

Tafsiran Elektronik, SABDA dan Tim Alkitab Android 2016, 1 Timotius 2:8-12.


         



[1] Yee G.A, Ideological Criticsm, ed.by J.H.Hayes, (USA: Abingdon Press, 1999), 535.
[2] Tafsiran Elektronik, SABDA dan Tim Alkitab Android 2016, 1 Timotius 2:8-12.
[3] Budiman,Tafsiran Alkitab Surat-surat Pastoral 1 & 2 Timotius,(Jakarta:BPK Gunung Mulia,1989), 22
[4] ibid, Budiman, 21-22
[5] Sheilla Briggs, The deceit of the sublime: An Investigation into the origins of ideological criticism in Early nineteenth-Century German Biblical Studies,dalam Simea 59, Ideological Criticsm of Biblical Tekt,(Atlanta:Scholar Press,2005) ,20.
[6] Opcit, Yee G.A, 535.
[7] Robert Setio, Manfaat Kritik Ideologi bagi Pelayanan Gereja,hlm 20
[8].Retnowati, Perempuan-perempuan dalam Alkitab; Peran, Partisipasi, dan Perjuangannya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), cet. Ke-3,76.
[9] John Stoot, Isu-isu Global Menentang Kepemimpinan Kristen,(Jakarta : YKBK/OMF, 2005),  364-367.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Budaya "Ana kasi makang Om di Pulau Oma"

“PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN HORACE BUSHNELL”

PAK Menurut Calvin