Contoh Pengambilan Keputusan Etis Kasus Narkoba
TUGAS UAS
ETIKA KRISTEN
Disusun Oleh :
Aprilia Netania
Hukom
NPM : 12175201150011
Kelas : A
Dosen Penyaji : Dr.
H.H. Hetaria,M.Th
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
2016
Latar Belakang
Meraknya
kasus penyelundupan narkoba di Indonesia sehingga pemerintah membuat aturan
ketat tentang para pengedar serta pengguna narkoba di Indonesia. tidak
tanggung-tanggung, sampai saat ini telah terdapat 14 orang yang mendapatkan
hukuman yang setimpal yaitu Hukuman Mati/ Pidana Mati. nah, mengingat
penting untuk diketahui oleh masyarakat, maka sobat pendidikan sedikit mengupas
tentang Pidana Mati di Indonesia.
Hukuman
mati di Indonesia
sebenarnya telah ada sejak masa kerajaan. Pada saat itu hukuman mati diberlakukan
oleh para raja untuk menjamin terciptanya keamanan dan kedamaian masyarakat
yang berada di wilayah kerajaannya. Hukuman mati dilakukan dalam berbagai
cara, seperti dipancung, dibakar, dan diseret dengan kuda.
Pada
masa kolonial hukuman mati diberlakukan untuk kasus-kasus yang menyangkut
keselamatan negara, keselamatan kepala negara dan kejahatan-kejahatan sadis
lainnya. Pada masa kolonial hukuman mati diatur di dalam Wetboek van
Strafrecht.
Hukuman
mati dalam istilah hukum dikenal dengan uitvoering. Hukuman atau pidana mati
adalah penjatuhan pidana dengan mencabut hak hidup seseorang yang telah
melakukan tindak pidana yang diatur dalam undang-undang yang diancam dengan
hukuman mati. Hukuman mati berarti telah menghilangkan nyawa seseorang. Padahal
setiap manusia memilik hak untuk hidup.
Hukuman
mati merupakan kejahatan Negara pemikiran (premeditation) dan perencanaan
terhadap suatu pembunuhan yang dilakukan dan dipersiapkan secara sistematis dan
matang terlebih dahulu dan atau pembunuhan yang dilegalisir dan
diadministrasikan oleh negara.
ANALISA KASUS
1.
Kenalihlah
masalah yang anda hadapi
1.1 Apa kasusnya :
Kasus Humprey Jefferson
Jefferson adalah orang asal
Nigereria yang memilik restoran yang ditangkap 2003. Polisi menemukan 1,7 kg heroin
di ruangan yang digunakan oleh salah satu mantan karyawannya.
Pada
April 2004 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus Jeff bersalah dan menghukum
dengan pidana mati. Jeff kemudian mengajukan banding, namun ditolak Mahkamah
Agung, November 2004.
Jeff dikabarkan
menolak untuk meminta grasi kepada Jokowi. Menurutnya, jika meminta grasi, itu
berarti ia meminta ampun atas kejahatan yang ia tidak lakukan. Padahal dia
merasa tidak bersalah karena itu tidak diakui sebagai barangnya.
Pengacara Jeff, Ricky Gunawan,
mengatakan kliennya adalah korban persekongkolan. Sebab, setelah Jeff
dipenjara, seorang rekannya mengaku bahwa dialah yang menaruh heroin tersebut.
Jeff adalah 4 dari 14 orang yang dihukum mati, Pemerintah
memutuskan untuk mengeksekusi 14 terpidana mati kasus narkoba. Dari 14
terpidana tersebut, delapan orang di antaranya berkulit hitam.
dan Jumat dinihari, 29 Juli 2016. Mereka adalah Humprey Jefferson, Seck Osmane, Freddy Budiman, dan Michael Titus.[1]
dan Jumat dinihari, 29 Juli 2016. Mereka adalah Humprey Jefferson, Seck Osmane, Freddy Budiman, dan Michael Titus.[1]
1.2 Apa masalahnya:
Masalah disini ialah, Jeff dihukum Mati
atas kasus Narkoba. Namun yang jadi masalahnya disini ialah Jeff merasa tidak
bersalah dan memohon permohonan banding, namun ditolak oleh Mahkama Agung dan
tidak tau alasanya apa.
Dan
masalah yang lain ialah, Setelah di penjara ada seorang rekan Jeff
mengaku bahwa dialah yang menaruh Heroin itu, namun Jeff tetap di vonis dan
bahkan sampai di hukum Mati oleh Mahkama Agung.
1.3 Apa yang dikatakan Para Ahli tentang kasus dan masalah
ini :
1. Henry Yosodiningrat, Menurutnya
ancaman hukuman mati hanya dikenakan kepada pengedar narkotika yang terkait
dalam sindikat pengedar yang lebih besar. Sedangkan pada pengedar biasa yang
motifnya memang benar-benar sekedar untuk mengisi perut, ancaman hukumannya
tidak seperti itu (hukuman mati, red).
2. Jeane Mandagi yang merupakan
konsultan ahli Badan Narkotika Nasional (BNN) menguatkan pendapat
Henry. Jeane mengatakan, berdasarkan Pasal 80 jo Pasal 81
jo Pasal 82 UU No 22 tahun 1997 tentang Narkotika, ancaman hukuman mati hanya
dikenakan kepada mereka yang memproduksi, mengedarkan, menjual narkotika
golongan I saja. Sedangkan terhadap narkotika golongan II dan III, ancaman
hukuman mati tidak diberlakukan.
Narkotika dan
obat-obatan terlarang (NARKOBA) atau narkotik, psikotropika, dan zat aditif
(NAPZA) adalah bahan yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan psikologi
seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan
ketergantungan fisik dan psikologi.
Narkotika
menurut UU RI No 22/1997, Narkotika yaitu zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Menurut
Kurniawan (2008) narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi
seperti perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam
tubuh manusia bisa dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena dan
lain-lain sebaginya.[2]
1.4 Letakan kasus dan masalah tersebut di dalam konteks
Sosial-budaya yang ada:
Kasus
dan masalah ini jika diletakan dalam konteks-sosial dan budaya yang ada
terutama dalam konteks Indonesia ini dapat disejajarkan dengan perspektif
Hak Asasi Manusia, bahwa setiap orang memiliki hak, harkat dan martabat yang
sama. Tidak boleh didiskriminasi dalam hal apapun. Dalam diri setiap manusia
melekat hak hidup, jaminan perlindungan, hak individu dan sebagai bagian dari
masyarakat.
1.4.1
Apakah yang dikatakan oleh sistem nilai
yang ada tentang kasus dan masalah ini :
1.
Menurut Sudut Pandang HAM
Dari perspektif hak asasi manusia, penerapan hukuman mati dapat digolongkan sebagai bentuk hukuman yang kejam dan tidak manusiawi, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu”. Jaminan ini dipertegas dengan Pasal 5 DUHAM dan Pasal 7 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights-ICCPR) yang berbunyi, “Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina“ dan dikuatkan dengan Protokol Opsional Kedua atas Perjanjian Internasional mengenai Hak-hak Sipil dan Politik tahun 1989 tentang Penghapusan Hukuman Mati.
Menurut beberapa aktidis ham ini, hukum mati merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan hukum mati ini harus dihapuskan dari sistem hukum si Indonesia termasuk juga kasus Narkoba Jeff ini.
Dari perspektif hak asasi manusia, penerapan hukuman mati dapat digolongkan sebagai bentuk hukuman yang kejam dan tidak manusiawi, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu”. Jaminan ini dipertegas dengan Pasal 5 DUHAM dan Pasal 7 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights-ICCPR) yang berbunyi, “Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina“ dan dikuatkan dengan Protokol Opsional Kedua atas Perjanjian Internasional mengenai Hak-hak Sipil dan Politik tahun 1989 tentang Penghapusan Hukuman Mati.
Menurut beberapa aktidis ham ini, hukum mati merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan hukum mati ini harus dihapuskan dari sistem hukum si Indonesia termasuk juga kasus Narkoba Jeff ini.
2.
Menurut Sudut Padang Hukum[3]
Secara yuridis, pelaksanaan hukuman mati terhadap Jeff. dan ratusan terpidana mati lain, didasarkan pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Putusan mana didasarkan pada ketentuan hukum positif yang berlaku, seperti KUHP, UU No 7/Drt/1955, UU No 22 Tahun 1997, UU No 5 Tahun 1997, UU No 31 Tahun 1999, UU No 26 Tahun 2000, dan lain sebagainya. Dari kenyataan ini, terlihat bahwa penerapan hukuman mati di Indonesia semakin menunjukkan kecederungan yang meningkat dilihat dari peningkatan jumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur hukuman mati.
Beberapa filsafat memandang tujuan penghukuman atau pidana sebagai bentuk pembalasan dan pemberi rasa takut atau efek pencegah (deterrent effect) bagi orang lain agar tidak melakukan kejahatan serupa di kemudian hari. Menurut pandangan pertama, tujuan hukuman baru akan terwujud apabila pelaku kejahatan diganjar dengan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya dan semakin berat hukuman akan semakin membuat orang takut melakukan kejahatan. Namun hal itu jelas tidak akan dapat memperbaiki diri si pelaku dan membuat dirinya jera untuk kemudian hidup menjadi orang baik-baik, karena kesempatan itu sudah tidak ada lagi disebabkan dirinya sudah dimatikan sebelum sempat memperbaiki diri.
Di Indonesia sendiri, hak hidup secara tegas dilindungi oleh konstitusi yakni UUD 1945.Dalam pasal 28 A hasil amandemen kedua dijelaskan: Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Di dalam Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua dijelaskan: Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum yang berlaku adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaam apapun.
Secara yuridis, pelaksanaan hukuman mati terhadap Jeff. dan ratusan terpidana mati lain, didasarkan pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Putusan mana didasarkan pada ketentuan hukum positif yang berlaku, seperti KUHP, UU No 7/Drt/1955, UU No 22 Tahun 1997, UU No 5 Tahun 1997, UU No 31 Tahun 1999, UU No 26 Tahun 2000, dan lain sebagainya. Dari kenyataan ini, terlihat bahwa penerapan hukuman mati di Indonesia semakin menunjukkan kecederungan yang meningkat dilihat dari peningkatan jumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur hukuman mati.
Beberapa filsafat memandang tujuan penghukuman atau pidana sebagai bentuk pembalasan dan pemberi rasa takut atau efek pencegah (deterrent effect) bagi orang lain agar tidak melakukan kejahatan serupa di kemudian hari. Menurut pandangan pertama, tujuan hukuman baru akan terwujud apabila pelaku kejahatan diganjar dengan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya dan semakin berat hukuman akan semakin membuat orang takut melakukan kejahatan. Namun hal itu jelas tidak akan dapat memperbaiki diri si pelaku dan membuat dirinya jera untuk kemudian hidup menjadi orang baik-baik, karena kesempatan itu sudah tidak ada lagi disebabkan dirinya sudah dimatikan sebelum sempat memperbaiki diri.
Di Indonesia sendiri, hak hidup secara tegas dilindungi oleh konstitusi yakni UUD 1945.Dalam pasal 28 A hasil amandemen kedua dijelaskan: Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Di dalam Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua dijelaskan: Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum yang berlaku adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaam apapun.
3.
Menurut Sudut Pandang Sosiologi
Faktor terpenting dari hukuman mati adalah faktor kematian itu sendiri. Dari aspek medis, kematian diindikasikan dengan kematian fisik, namun kematian yang mungkin terjadi sesungguhnya tidak hanya kematian fisik, tetapi juga kematian sosial.
Faktor terpenting dari hukuman mati adalah faktor kematian itu sendiri. Dari aspek medis, kematian diindikasikan dengan kematian fisik, namun kematian yang mungkin terjadi sesungguhnya tidak hanya kematian fisik, tetapi juga kematian sosial.
Dari sudut pandang sosiologis,
seseorang bisa disebut masih hidup secara fisik, tetapi sekaligus mengalami
kematian sosial. Hal tersbeut terjadi di saat sesorang berada dalam kondisi
sosial sedemikian rupa, sehingga kebebasannya untuk melakukan aktifitas sosial
dirampas habis.
Dalam pengamatan Satjipto Rahardjo kematian social bisa menjadi suatu alternatif penting dalam bentuk sanksi pidana untuk menggantikan pidana mati. Dapat dibayangkan bagaimana seseorang yang dijatuhi hukuman dua kali seumur hidup tanpa kemungkinan keringanan atau parole, secara fisik ia hidup tetapi mungkin penderitaan yang dialaminya adalah lebih berat dan panjang, terutama dari segi penderitaan sosial. Terpidana ini terisolasi dari rutinitas kehidupan sosialnya dan hal ini merupakan pukulan yang sangat berat, terlebih harus dipisahkan dari keluarga dekatnya selama ini.
Dalam pengamatan Satjipto Rahardjo kematian social bisa menjadi suatu alternatif penting dalam bentuk sanksi pidana untuk menggantikan pidana mati. Dapat dibayangkan bagaimana seseorang yang dijatuhi hukuman dua kali seumur hidup tanpa kemungkinan keringanan atau parole, secara fisik ia hidup tetapi mungkin penderitaan yang dialaminya adalah lebih berat dan panjang, terutama dari segi penderitaan sosial. Terpidana ini terisolasi dari rutinitas kehidupan sosialnya dan hal ini merupakan pukulan yang sangat berat, terlebih harus dipisahkan dari keluarga dekatnya selama ini.
Apakah
vonis hukuman yang dijatuhkan pengadilan itu memang benar atau justru keliru
dan berbanding terbalik dengan fakta kebenaran yang ada. Bagi orang yang telah
dijatuhi pidana mati dan eksekusi sudah dilaksanakan, maka tidak ada sesuatu
apapun yang dapat diperbaiki. Apabila ternyata dibelakang hari terjadi
kekeliruan terpidana tetap akan mati, sekalipun ternyata bukan dia yang
melakukan perbuatan yang didakwakan. Ia tidak dapat lagi dihidupkan, meskipun
nama baiknya dapat dipulihkan.
Pada solidaritas mekanis yang didasarkan pada kesamaan dan loyalitas yang total dari individu, maka sanksi yang diterapkan bersifat represif. Penjatuhan sanksi bertujuan untuk menghukum kejahatan atau menghukum perbuatan yang melanggar ketentuan sosial yang dianut. Sehingga sanksi/hukuman dapat dianggap sebagai alat untukmemuaskan kesadaran bersama.
Pada solidaritas mekanis yang didasarkan pada kesamaan dan loyalitas yang total dari individu, maka sanksi yang diterapkan bersifat represif. Penjatuhan sanksi bertujuan untuk menghukum kejahatan atau menghukum perbuatan yang melanggar ketentuan sosial yang dianut. Sehingga sanksi/hukuman dapat dianggap sebagai alat untukmemuaskan kesadaran bersama.
1.4.2
Apakah yang dikatakan oleh sistem nilai
itu menambah Persoalan:
Ya. Karena akan ada pro & Kontra yang terjadi atau
akan terjadi Kontroversi Hukum Mati Menurut Pandangan Masyarakat
- Masyarakat Yang Pro Terhadap Hukuman Mati di Indonesia
Menurut berbagai sumber yang di wawancarai sebagian dari mereka menyetujui tentang penerapan hukum mati di Indonesia dengan berbagai alasan yang realistis.
Menurut salah seorang informan, mengkaitkan hukum mati ini dengan hukum yang diterapakan di Indonesia. Dia mengatakan:
“Hukum mati ini sah-sah saja diberlakukan di Indonesia, untuk orang-orang yang mempunyai kesalahan yang sangat besar dan menyengsarakan orang lain. Agar orang lain tidak akan mengulangi kesalahan yang sama Asalkan hukuman itu harus jelas dan tidak ada kesalahan dalam penyidikan kasusnya”.
Dari pemaparan informan di atas maka jelas bahwa Indonesia ini memerlukan hukuman mati agar memberikan efek jera terhadap orang lain. Sehingga orang tidak akan meniru dan melakukan kesalahan yang sama.
- Masyarakat Yang Kontra Terhadap Hukum Mati Di Indonesia
Dari informan yang pro terhadap penerapan hukum mati di indonesia juga tidak sedikit dari mereka yang menolak penerapan hukuman mati ini dengan berbagai alasan yang jelas.
Salah satu informan mengkaitkan alasannya atas penolakan hukum mati diterapkan di Indonesia dengan alasan melanggar HAM. Ia mengatakan:
“Hukuman mati ini merupakan pelanggaran HAM, karena telah menghilangkan hak untuk hidup dan hal ini dangat tidak manusiawi. Jadi jelas hukuman mati ini harus dihapuskan di Indonesia karena dalam pembuatan UUD yang berlandaskan pada HAM”.
Jadi dari pernyataan diatas jelas ia menolak keras tentang penerapan sistem hukum mati di Indonesia. Menurut dia hukum mati merupakan pelanggaran HAM. Hukum mati juga bentuk pelanggaran UUD1945 karena dalam UUD juga melindungi hak-hak asasi seseorang. Jadi hukum mati merupakan bentuk pelanggaran UUD 1945.
“Hukuman mati tidak cocok diterapakan di negri ini, jika sistim hukuman ini diterapkan itu sama saja pemerintah mendahului tuhan, karena hanya Tuhan yang boleh mencabut nyawa seseorang dan manusia tak tahu kapan seseorang akan mati, jadi pemerintah jangan seenaknya mencabut nyawa seseorang”.
Dari pernyataan di atas dapat dilihat bagaimana dia menolak keras tentang hukum mati karena tidak sesuai dengan norma-norma agama. Karena manusia tidak tahu kapan ajal seseorang akan datang, itu berarti sistem hukum mati telah mendahului Tuhan. Dan tidak pantas diterapkan di negara yang mempunyai agama yang berbeda-beda.[4]
- Masyarakat Yang Pro Terhadap Hukuman Mati di Indonesia
Menurut berbagai sumber yang di wawancarai sebagian dari mereka menyetujui tentang penerapan hukum mati di Indonesia dengan berbagai alasan yang realistis.
Menurut salah seorang informan, mengkaitkan hukum mati ini dengan hukum yang diterapakan di Indonesia. Dia mengatakan:
“Hukum mati ini sah-sah saja diberlakukan di Indonesia, untuk orang-orang yang mempunyai kesalahan yang sangat besar dan menyengsarakan orang lain. Agar orang lain tidak akan mengulangi kesalahan yang sama Asalkan hukuman itu harus jelas dan tidak ada kesalahan dalam penyidikan kasusnya”.
Dari pemaparan informan di atas maka jelas bahwa Indonesia ini memerlukan hukuman mati agar memberikan efek jera terhadap orang lain. Sehingga orang tidak akan meniru dan melakukan kesalahan yang sama.
- Masyarakat Yang Kontra Terhadap Hukum Mati Di Indonesia
Dari informan yang pro terhadap penerapan hukum mati di indonesia juga tidak sedikit dari mereka yang menolak penerapan hukuman mati ini dengan berbagai alasan yang jelas.
Salah satu informan mengkaitkan alasannya atas penolakan hukum mati diterapkan di Indonesia dengan alasan melanggar HAM. Ia mengatakan:
“Hukuman mati ini merupakan pelanggaran HAM, karena telah menghilangkan hak untuk hidup dan hal ini dangat tidak manusiawi. Jadi jelas hukuman mati ini harus dihapuskan di Indonesia karena dalam pembuatan UUD yang berlandaskan pada HAM”.
Jadi dari pernyataan diatas jelas ia menolak keras tentang penerapan sistem hukum mati di Indonesia. Menurut dia hukum mati merupakan pelanggaran HAM. Hukum mati juga bentuk pelanggaran UUD1945 karena dalam UUD juga melindungi hak-hak asasi seseorang. Jadi hukum mati merupakan bentuk pelanggaran UUD 1945.
“Hukuman mati tidak cocok diterapakan di negri ini, jika sistim hukuman ini diterapkan itu sama saja pemerintah mendahului tuhan, karena hanya Tuhan yang boleh mencabut nyawa seseorang dan manusia tak tahu kapan seseorang akan mati, jadi pemerintah jangan seenaknya mencabut nyawa seseorang”.
Dari pernyataan di atas dapat dilihat bagaimana dia menolak keras tentang hukum mati karena tidak sesuai dengan norma-norma agama. Karena manusia tidak tahu kapan ajal seseorang akan datang, itu berarti sistem hukum mati telah mendahului Tuhan. Dan tidak pantas diterapkan di negara yang mempunyai agama yang berbeda-beda.[4]
Melihat kedua pandangan di atas,
tentunya Hukuman mati akan menambah persoalan.
1.4.3
Apakah yang dikatakan oleh sistem nilai
itu memberi jalan keluar:
Ya,
ada pula yang memandang hukuman sebagai cara untuk memperbaiki dan memberi efek
jera bagi si pelaku sehingga tidak mau lagi melakukan perbuatan serupa di
kemudian hari. Hukuman mati, mungkin akan membuat kejahatan si pelaku
terbalaskan setidaknya bagi keluarga korban dan akan membuat orang lain takut
melakukan kejahatan karena akan diancam dengan hukuman serupa
1.4.4
Apakah jalan keluar yang diberikan itu
justru menimbulkan masalah baru:
Dan hukuman mati seakan terkesan kejam dan melewati kuasa Allah
untuk mengambil nyawa manusia.
1.5 Rumuskan secara singkat,lengkap dan jelas:
1.5.1
Permasalahannya:
Masalahnya
Polisi menemukan Heroin sebanyak 1,7 Kg di dalam ruangan salah satu karyawannya
dan dia beri hukuman mati.
1.5.2
Kemungkinan-
Kemungkinan Pemecahan masalah :
Untuk
sekedar mempersempit ruang gerak para bandar narkoba, maka ada beberapa hal
yang diperlukan
1.
Membawa
Pengedar/pemakai Narkoba tersebut untuk rehabilitasi.
Perlu
adanya revisi undang undang narkotika yang lebih jelas, sehingga bisa
mengurangi praktek jual beli pasal dalam kasus narkoba. Sekaligus untuk memberi
kepastian hukum, mana pengguna yang harus direhabilitasi, mana yang harus
dipenjara, karena dalam undang undang yang sekarang semua terlihat bias dan
lemah. Orang bisa dengan mudah mengakali untuk mendapatkan hukuman yang sangat
ringan, hanya dengan mengurangi jumlah barang bukti saja.
2.
Hukuman Seumur Hidup.
1.5.3
Kemungkinan-
Kemungkinan akibat positif maupun negatif dari setiap pilihan pemecahan yang
tersebut di atas:
1. Positifnya : Orang tidak akan memakai narkoba
lagi dan tindakan hukuman mati akan lebih sedikit bahkan tidak ada. Dan
kehidupan keluarga pengguna juga akan lebih baik.
2. Negatifnya :
orang juga bisa tidak takut untuk tetap menggunakan Narkoba karena hukuman yang
biasa-biasa saja yaitu rehabilitasi.
2.
Pertimbangkanlah
masalah,setiap pilihan dan akibat yang telah anda rangkum,diatas dengan terang
Iman Kristen.
2.1
Asumsi dasar
positif
2.1.1
Daftarkan asumsi
dasar positif anda:
Eksistensi semua ciptaanitu baik ,semua ciptaan itu baik teristimewah mansusia.
Hidup setiap orang harus dihormati , setiap orang harus dihormati. Karena dia hidup dari Than dan berhak
untuk hidup dihormati apalagi sudah berhubungan dengan HAM. Dan hukuman mati hal ini secara langsung telah
merenggut hak hidup seseorang. Sebesar apapun kesalahan dan dosa yang telah dilakukan
hak hidup tetap miliknya. Orang yang memutuskan untuk menghukum mati orang itu,
akan sama saja dengan pendosa yang akan dihukum mati karena mereka telah
melakukan kesalahan yang besar, yaitu mengambil hak orang lain.
2.1.2
Berikanlah
Penilaian terhadap masalah, setiap pilihan dan akibat yang di terapkan
berdasarkan asumsi dasar positif anda.
Hukuman mati dipandang sebagai pelanggaran terhadap hak
asasi manusia yang paling asasi, yaitu hak untuk hidup. Hak untuk hidup adalah
hak yang paling fundamental, merupakan jenis hak yang tidak bisa dilanggar,
dikurangi, atau dibatasi dalam keadaan apapun, baik itu dalam keadaan
darurat, perang, termasuk bila seseorang menjadi narapidana. Selain itu
secara sosiologis, tidak ada pembuktian ilmiah bahwa hukuman mati akan
mengurangi tindak pidana tertentu. Artinya hukuman mati telah gagal menjadi
faktor determinan untuk menimbulkan efek jera, dibandingkan dengan jenis
hukuman lainnya.
Selanjutnya
mereka memiliki emiliki
kesempatan untuk menjadi lebih baik. Yesus mengajarkan kita untuk selalu
mengasihi musuh kita dan berdoa bagi mereka. Mengampuni seseorang akan lebih
baik dari pada jika kita menaruhdendam kepadanya.
Memang, perdebatan mengenai hukuman mati masih panjang. Tetapi apa salahnya jika dari sekarang kita mulai merenungkan segala hal sebagai titik tolak untuk mengambil langkah yang terbaik.
Memang, perdebatan mengenai hukuman mati masih panjang. Tetapi apa salahnya jika dari sekarang kita mulai merenungkan segala hal sebagai titik tolak untuk mengambil langkah yang terbaik.
2.1.3
Berdasarkan
Asumsi dasar Positif , “apa yang harus anda lakukan”:Saya Setuju dengan asumsi
dasar positif Jeff melakukantidak dihukum Mati.
dan yang akan saya lakukan adalah mencoba memberikan pemahaman kepada
keluarga dan masyarakat agar selalu memberi pemahaman mereka untuk tidak
melakukan narkoba dan dampaknya juga untuk hukuman mati akan berkurang bahkan
sampai tidak ada..
Pandangan Alkitab
Hukum Perjanjian Lama memerintahkan
hukuman mati untuk berbagai perbuatan: pembunuhan (Keluaran 21:12), penculikan
(Keluaran 21:16), hubungan seks dengan binatang (Keluaran 22:19), perzinahan
(Imamat 20:10), homoseksualitas (Imamat 20:13), menjadi nabi palsu (Ulangan
13:5), pelacuran dan pemerkosaan (Ulangan 22:4) dan berbagai kejahatan lainnya.
Namun, Allah seringkali menyatakan kemurahan ketika harus menjatuhkan hukuman mati. Daud melakukan perzinahan dan pembunuhan, namun Allah tidak menuntut supaya nyawanya diambil (2 Samuel 11:1-5; 14-17; 2 Samuel 12:13). Pada akhirnya, semua dosa yang kita perbuat sepantasnyalah diganjar dengan hukuman mati (Roma 6:23). Syukur kepada Allah, Allah menyatakan kasihNya kepada kita dengan tidak menghukum kita (Roma 5:8). Tidak ada hikuman mati bagi kejahatan apa pun. Intisari dari sikap ini adalah bahwa tujuan keadilan adalah rehabilitasi dan bukan retribusi (nyawa diganti nyawa). Keadilan bersifat memperbaiki, bukan bersifat membalas. Menurut para pendukung teori ini, tanggapan Yesus terhadap wanita yang kedapatan berzinah menunjukkan bahwa Yesus menolak hukumn mati (Luk. 8:1-11).
Namun, Allah seringkali menyatakan kemurahan ketika harus menjatuhkan hukuman mati. Daud melakukan perzinahan dan pembunuhan, namun Allah tidak menuntut supaya nyawanya diambil (2 Samuel 11:1-5; 14-17; 2 Samuel 12:13). Pada akhirnya, semua dosa yang kita perbuat sepantasnyalah diganjar dengan hukuman mati (Roma 6:23). Syukur kepada Allah, Allah menyatakan kasihNya kepada kita dengan tidak menghukum kita (Roma 5:8). Tidak ada hikuman mati bagi kejahatan apa pun. Intisari dari sikap ini adalah bahwa tujuan keadilan adalah rehabilitasi dan bukan retribusi (nyawa diganti nyawa). Keadilan bersifat memperbaiki, bukan bersifat membalas. Menurut para pendukung teori ini, tanggapan Yesus terhadap wanita yang kedapatan berzinah menunjukkan bahwa Yesus menolak hukumn mati (Luk. 8:1-11).
Kesimpulan
Pengambilan Keputusan Etis
Saya menyetujui asumsi dasar
Positif dan mengenai Pandangan Alkitab, intinya ialah bawha semua manusia itu
baik dan Allah sendiri menghendaki pengampunan.
Menurut
saya hukuman mati tidak efektif
sebagai hukuman terberat untuk menangani kasus-kasus yang sangat besar seperti
pembunuhan,korupsi atau NARKOBA. Tetapi alangkah baiknya bila pengadilan lebih berhati-hati
lagi dalam menjatuhkan hukuman mati. Sebaiknya hanya orang-orang tertentu saja
yang baru bisa dijatuhi hukuman mati. Orang-orang itu adalah orang-orang yang
kejahatannya sangat amat besar dan memang diramalkan sangat sulit untuk merubah
sikapnya. Merekalah yang pantas menerima hukuman mati. Sedangkan, orang-orang
yang diramalkan bisa berubah sikapnya, apalagi dilihat dari kasus itu setelah
Jeff dihukum Mati ada teman Jeff yang mengaku. Oleh karena itu sebaiknya jangan dijatuhi hukuman
mati. Mereka kemungkinan bisa bertobat dan menjalani kehidupan yang baik
walaupun kemungkinannya hanya sekian persen. Selain itu, hukuman mati juga
membuat orang-orang takut untuk melakukan kejahatan. Saya rasa hukuman mati
merupakan hukuman terberat yang mampu menjaga sikap banyak orang untuk tidak
berbuat jahat. Tidak ada atau jarang sekali ada hukuman yang mempunyai kekuatan
lebih besar daripada hukuman mati ini. Maka, hukuman mati jangan ditiadakan,
tetapi frekuensinya saja yang sebaiknya diusahakan untuk dikurangi.
Dan Menurut
saya dalam kasus hukuman berat lebih baik dijatuhkan sanksi hukuman penjara
seumur hidup, hal ini lebih baik ketimbang kita menjatuhkan hukuman mati.
Apabila negara tersebut masih menganut UU Hukuman mati, seharusnya harus
memberikan bukti yang sangat kuat dan juga memakan proses yang lama untuk
menyatakan bahwa ia benar-benar pelakunya. Jangan sampai ada kejadian, bahwa di
kemudian hari terdapat bukti yang menyatakan bahwa ia bukan tersangka, lalu
apakah orang yang terfitnah itu bisa hidup lagi? tentutidak
Makanya daripada menjatuhkan hukuman mati lebih baik kita berikan hukuman kurungan seumur hidup. Setidaknya ini dapat memberikan waktu kepada sang tersangka untuk menginstropeksikan perbuatan, sekaligus kita tidak mengganggu hak untuk hidupnya...
Makanya daripada menjatuhkan hukuman mati lebih baik kita berikan hukuman kurungan seumur hidup. Setidaknya ini dapat memberikan waktu kepada sang tersangka untuk menginstropeksikan perbuatan, sekaligus kita tidak mengganggu hak untuk hidupnya...
Dan hukuman
mati seakan terkesan kejam dan melewati kuasa Allah untuk mengambil nyawa
manusia. Karenanya, saya berkomentar supaya hukuman mati dihapus saja. Mungkin
terasa tidak adil bagi mereka yang menderita kerugian akibat ulah si pelaku
kejahatan. Namun hukuman mati tak sepenuhnya menghukum. Di satu sisi, hukuman
mati seakan memperlihatkan kalau manusia itu seakan ingin melampaui kuasa Allah
untuk mencabut nyawa manusia, padahal kita sendiri tahu kalau Dekalog ke 6
melarang membunuh. Di samping itu, hukuman mati juga tak menutup kemungkinan
akan aksi pembalasan sebagai wujud dendam terhadap pihak yang dieksekusi, yang
nantinya hanya akan memperumit masalah. Dan terakhir, eksekusi seakan
memperlihatkan kalau manusia masih rendah dalam menghargai nyawa sesama. Perlu diingat
kalau hidup mati seseorang hanya diatur Tuhan, bukan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Darmaputera,
Eka. 2015. Etika Sederhana Untuk Semua. Jakarta:Gunung Mulia
Hamzah,
Andi dan A. Sumangelipu. 1984. Pidana Mati Di Indonesia. Jakarta: Chalia
Indonesia
Praksoso,
Djoko. 1984. Pidana Mati Di Indonesia
Dewasa Ini. Jakarta: Chalia Indonesia
Persembahan Mapeksi demi bangsanya yang
sedang dilanda narkoba,Menyiram Bara
Narkoba, Jakarta:PT Dyamata Milenia,2002
http://www.dw.com/id/empat-terpidana-mati-narkoba-telah-dieksekusi/a-19433681
[1] http://www.dw.com/id/empat-terpidana-mati-narkoba-telah-dieksekusi/a-19433681
[2] Persembahan Mapeksi “Menyiram Bara
Narkoba”,Perpustakaan Nasional RI,Jakarta:2002 hlm 2-5
[3] A. Hamza, & A Sumangelipu, “Pidana
Mati di Indonesia” PT Ghalia Indonesia. Jakarta:1984
Hlm 3
[4] Djoko Prakoso & Nurwachid,”Pidana Mati di Indonesia
dewasa ini” PT Ghalia Indonesia,Jakarta:1984. Hlm 5
Komentar
Posting Komentar